Terus, apa ya tujuannya orang tua membandingkan anaknya dengan orang lain?
Oke, selain sebagai insting dasar manusia, biasanya orang tua juga punya tujuan ngebandingin kamu dengan orang lain.
Salah satunya adalah biar kamu punya “contoh” yang bisa kamu tiru, terus bikin kamu berubah jadi lebih baik.
“Tuh, coba liat si A. Tiap hari dia belajar, gak perlu disuruh sama mamanya. Coba kamu kayak dia”
“Kamu main terus sih, liat tuh anak bu RT, nilainya bagus-bagus karna dia gak pernah main keluar”
Sering denger kan, Perseners?
Iya, jadi emang tujuan orang tua tuh sebenernya ngasih “contoh” ke anaknya melalui orang-orang sekitarnya.
Tapi, kalau kamu ngerasanya gimana?
Pas orang tua ngebandingin kamu dengan anak tetangga, misalnya. Kamu ngerasa jadi pengen ngecontoh anak itu gak sih? Atau malah kamu jadi gak nyaman dengan cara orang tuamu ini?
Iya, kalau berdasarkan ceritaku di atas. Jujur aku sama sekali gak pengen nyontoh sepupuku sih.
Aku malah ngerasa gak nyaman. Gak nyaman sama guru di kelas yang akhirnya nyuruh aku duduk bareng sepupuku, terus gak nyaman juga pas ketemu keluarga besar. Pasti deh dibahas.
Meskipun membanding-bandingkan ini adalah sesuatu yang normal, tapi dampak yang dirasakan oleh anak ternyata gak baik loh, Perseners.
Jarang sekali, ada anak yang jadi terpacu atau termotivasi setelah orang tuanya ngasih “contoh” dengan membandingkan anaknya sama orang lain.
Biasanya yang dirasain sama anak tuh malah jadi gak percaya sama kemampuannya, ngerasa cemburu atau iri dengan orang lain, sampe ngebuat hubungan anak dan orang tua jadi gak sehat.
Jadi aku harap, pas kita jadi orang tua nanti, kita bisa mengontrol kebiasaan membanding-bandingkan ini ya, Perseners!
Baca juga: Membandingkan Diri: Perilaku Toxic yang Perlu Dihentikan
Informasi Cikal Support Center
Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut :+62 811-1051-1178
Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal
Narasumber : Efika Fiona Gultom M. Psi., Psikolog, Psikolog Klinis dan Konselor SMP dan SMA Cikal Amri Setu
Editor : Salsabila Fitriana
Penulis : Rahma Yulia
tirto.id - Efek membandingkan anak dengan orang lain di antaranya bila menghilangkan rasa kepercayaan diri anak hingga anak menjadi benci kepada orang tua atau siapapun yang dibandingkan dengannya.
Tidak hanya berefek kepada buah hati, membanding-bandingkan anak dengan orang lain juga membuat kepercayaan orang tua hilang.
Perilaku membanding-bandingkan anak merupakan salah satu kasus yang masih kerap terjadi di Indonesia.
Kasus membanding-bandingkan anak tidak hanya dilakukan orang tua kepada sesama saudara kandung bahkan kepada orang lain.
Perilaku membanding-bandingkan anak yang dilakukan orang tua dapat disebut dengan istilah sibling rivalry.
Kendati tujuan dari perilaku sibling rivalry adalah memberikan motivasi anak, namun perbuatan tersebut memiliki efek tidak baik kepada anak bahkan orang tua sebagai pelaku utama.
Dalam jurnal Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Pengetahuan Ibu Terhadap Sibling Rivalry Pada Anak Usia 3–5 Tahun di TK Aisyiah Bantul Yogyakarta Tahun 2017 (2018) yang ditulis Sri Dinengsih dan Melly Agustina, dijelaskan bahwa sikap membanding-bandingkan anak yang dilakukan orang tua merupakan bentuk kekerasan.
Hai, Perseners! Kenalin aku Nida, associate writer Satu Persen.
Gak terasa tahun 2020, udah hampir habis, nih! Gimana kabarmu di penghujung tahun ini? Meskipun tahun ini terasa berat, aku harap kita bisa menutup tahun 2020 dengan bahagia ya!
Oh iya, kalau ngeliat judul ini, aku pengen tau dong. Kamu pernah ngalamin gak? Orang tua ngebandingin kamu sama temenmu, atau anak temen orang tuamu?
Lagi-lagi, judul ini relate sama apa yang pernah aku rasain. Aku jadi inget ceritaku jaman sekolah dulu. Pas SMP aku satu sekolah sama sepupuku. Kelas 1 dan kelas 2, kami gak sekelas. Tapi, di kelas 3 kami sekelas. Dari awal tau sekelas, aku udah gak seneng sih. Soalnya aku tau, dia pinter dan aku pas-pasan, hahaha.
Ternyata bener, di tengah-tengah semester pertama, ada pembagian rapor di sekolah. Aku termasuk siswa yang orang tuanya dipanggil karna hasilnya gak memuaskan, kalau gak salah ada 3 mata pelajaran yang remedial.
Dan kalian tau? Sepupuku ranking 1 di kelas. Yang bikin kesel adalah guru-guru juga tau kalau kami sepupu-an.
Huwaaa, aku yakin kalian tau deh selanjutnya gimana. Mulai dari ayah yang dateng ke sekolah, guru-guru yang berkali-kali ngomongin bedanya aku dan sepupu, sampe ke acara keluarga tetep aja aku dibanding-bandingin. Yaaa, rasanya bete banget sih.
Kalian pernah ngerasain juga gak?
Nah, tulisanku kali ini, aku pengen ngebahas, kenapa sih orang tua suka banget ngebanding-bandingin anaknya? Terus gimana ya caranya kita ngadepin orang tua yang hobi ngebandingin anaknya?
Setiap perilaku pasti ada alasannya. Begitu pula dengan orang tua yang hobi banget ngebandingin anaknya dengan orang lain. Mungkin kita perlu tau dulu nih, sebenernya apa sih alasan orang tua ngebandingin kita dengan orang lain? Tujuannya apa?
Tunjukin kemampuanmu!
Ini yang terpenting, jangan sampe karna orang tua sering ngebandingin kamu dengan orang lain, kamu jadi gak semangat dan gak punya motivasi untuk melakukan hal-hal lainnya.
Sayang waktu dan energi yang kamu punya, kalau kamu malah ngerasa gak semangat karna ini.
Waktu dan energi ini akan lebih bermanfaat kalau kamu gunakan untuk membuktikan kamu lebih mampu, atau setidaknya membuktikan kalau kamu mampu di bidang lainnya.
Karna sebenarnya, setiap anak punya kemampuan yang berbeda-beda. Mungkin kamu perlu memberikan bukti kepada orang tua, kalau kamu dan anak lain punya hal yang beda. Kalau kamu belum tahu apa kelebihan dan kekuatanmu, kamu bisa mencoba tes super power check.
Kenapa Orang Tua Selalu Membanding-Bandingkan Anaknya?
Sebagian besar orang tua mendambakan anaknya tumbuh, berkembang, serta berprestasi.
Oleh sebab itu, orang tua melakukan berbagai hal supaya orang dapat meningkatkan kemampuannya, salah satunya adalah membandingkan dengan saudara kandung maupun orang lain.
Tujuan dari membanding-bandingkan yang dilakukan orang tua kepada anak sebenarnya baik. Orang bertujuan supaya anak dapat meniru sesuatu yang baik dari saudara kandungnya maupun orang lain.
Kendati demikian, anak bisa saja salah paham mengenai apa yang orang tua lakukan. Maka dari itu, perilaku membanding-bandingkan anak dapat dikurangi, dan orang tua lebih memberikan dukungan kepada anak.
1. "Ya ampun, apakah kamu lupa bahwa aku ada di dunia ini?"
2. "Sepertinya kamu sering kali melupakan betapa pentingnya arti keluarga."
3. "Aku harap aku juga bisa melupakanmu seperti kamu melupakan tanggung jawabmu padaku."
4. "Ingin sekali aku tahu apa yang membuatmu lupa akan perasaanku seorang ibu/ayah."
5. "Sangat lucu bagaimana kamu bisa mengingat semua hal untukmu sendiri, tapi mengabaikan aku."
6. "Apakah kamu tahu, setiap kali kamu melupakanku, itu menyakitkan hatiku?"
7. "Aku merasa diabaikan dan tidak berarti saat kamu terus mengabaikanku."
8. "Orang tua tidak pernah terlupakan, kecuali ketika anak-anaknya melupakan mereka."
9. "Jangan pernah lupa bahwa kamu adalah warisan terbaik yang pernah aku miliki, tetapi juga yang paling sering aku dilupakan."
10. "Dulu aku berharap kamu akan selalu mengingat betapa besar rasa cintaku kepadamu, tapi sepertinya harapan itu terlalu banyak."
11. "Kamu mungkin lupa akan hal-hal kecil dalam hidupmu, tapi sayangnya aku tidak bisa melupakan perasaan kecewaku terhadapmu."
12. "Aku tahu kamu sibuk, tapi jangan biarkan kesibukanmu membuatmu melupakan orang yang selalu ada untukmu."
13. "Dalam kehidupan ini, satu-satunya orang yang seharusnya kamu lupakan adalah aku, bukan sebaliknya."
14. "Sekali-kali ingin rasanya kamu merasakan betapa sakitnya rasa kecewa seorang orang tua."
15. "Bagaimana mungkin kamu lupa? Aku harap kamu tidak lupa bagaimana aku membawa kamu dalam rahimku selama sembilan bulan penuh."
16. "Kamu mungkin lupa, tapi aku tidak akan pernah melupakan semua pengorbananku untukmu."
17. "Kamu berhutang padaku dengan rasa sayang dan perhatian yang selalu aku berikan, jadi jangan lupa membayar hutangmu itu."
18. "Ketika kamu lupa, aku merasa hancur karena kamu melupakan betapa berharganya aku sebagai orang tuamu."
19. "Jangan pernah lupakan bahwa kecewa adalah harga yang harus kamu bayar atas lupa dan ketidakperdulianmu."
20. "Ingin rasanya aku bisa menghapus semua kenangan indah yang pernah kita bagikan, seperti kamu menghapus kenangan tentang tanggung jawabmu."
21. "Setiap kali kamu melupakanku, aku merasa seperti sekeping puzzle yang hilang."
22. "Aku bahkan tidak tahu apakah kamu masih mengingat betapa berharganya aku sebagai orang tua."
23. "Kamu mungkin menganggap lupa sebagai hal yang sepele, tapi untukku itu adalah pukulan kecil yang menusuk hati."
24. "Apakah kamu sengaja melupakan aku, ataukah aku memang tidak cukup berarti untukmu?"
25. "Jika kamu terus melupakanku, perasaan kecewa ini akan menjadi tumpukan batu yang tidak pernah reda."
26. "Orang tua memang tidak bisa mengatur ingatan anak-anaknya, tapi kita berharap kamu bisa mengatur tanggung jawabmu."
27. "Setiap kamu melupakanku, aku merasa seperti bola yang dilempar dan ditinggalkan begitu saja."
28. "Ingin rasanya aku bisa menghilang seperti apa yang kamu lakukan saat melupakan tanggung jawabmu terhadapku."
29. "Kamu mungkin lupa, tapi aku harus menghadapi rasa kecewa ini setiap hari."
30. "Andaikan kamu ingat bahwa orang tua adalah tempat berlindungmu, bukanlah tempat yang bisa kamu lupakan begitu saja."
Teori dan Penyebab Orang Tua Membandingkan Anak
Sebelum membahas dampak, mari bahas mengenai faktor pendorong yang membuat orang tua membandingkan anak. Sebagai Psikolog, Efika menjelaskan bahwa terdapat 2 perspektif yang dapat menjelaskan fenomena membandingkan anak dalam pengasuhani, yaitu social comparison theory & expectancy value theory.
“Penyebab umum kecenderungan orang tua membandingkan anaknya, dapat dilihat dari 2 perspektif, yaitu social comparison theory; teori ini menjelaskan bahwa orang tua secara alami membandingkan kemampuan dan pencapaian anak untuk memastikan mereka berkembang sebagaimana mestinya. Kemudian expectancy value theory, yang menggambarkan bagaimana harapan orang tua terhadap anak dapat mendorong mereka membandingkan satu anak dengan yang lain berdasarkan sejauh mana mereka memenuhi ekspektasi tersebut.” jelas Efika.
Sementara itu, seringkali orang tua membandingkan anak untuk memotivasi, yang padahal berdampak negatif pada anak.
“Tidak jarang orang tua juga menyampaikan cenderung membandingkan anaknya dengan tujuan untuk memotivasi anaknya. Namun hal ini sebenarnya seringkali justru memberikan dampak yang kurang baik terhadap anak.” kata Efika.
Baca juga :Orang tua, Inilah Waktu dan Alasan Tepat Tumbuhkan Kemandirian Anak
Minta dukungan dari orang tua
Mungkin anak tetangga, anak bu RT, atau sepupu kita dapat dukungan full dari orang tuanya. Dukungan secara fasilitas dapat, ditambah dukungan mental.
Kamu bisa ngobrol sama orang tua untuk meminta dukungan dari mereka, khususnya dukungan secara mental. Karna kamu gak cuma butuh “contoh” yang diberikan dengan cara membandingkan kamu dengan orang lain, ya kan?
Dampak Negatif Membandingkan Anak dengan Anak Lain
Efika menjelaskan beberapa dampak yang muncul secara psikologis pada anak yang sering dibandingkan, antara lain menurunkan rasa percaya diri anak, membuat anak menarik dir dari interaksi sosial, hingga menimbulkan persaingan antar saudara.
“Anak yang sering dibanding-bandingkan dapat mengalami berbagai dampak psikologis. Misalnya, mereka mungkin merasa tidak cukup baik, yang bisa menimbulkan stres dan kecemasan. Hal ini juga bisa mengurangi rasa harga diri dan keyakinan mereka pada kemampuan sendiri. Jika perbandingan ini terus-menerus terjadi, anak mungkin cenderung menarik diri dari interaksi sosial dan bahkan dari orang tua mereka. Selain itu, hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya persaingan antar saudara kandung.” imbuh Efika.(*)
Baca juga : Orang Tua, Pahami Bentuk Bercanda dengan Anak Secara Tepat dan Tidak!
Psikologi Membandingkan Anak
Ilustrasi. Getty Images/iStockPhoto
Terdapat berbagai alasan terjadinya perilaku membanding-bandingkan anak yang dilakukan orang tua.
Salah satu alasan kuat terjadinya sibling rivalry adalah keluarga yang memiliki anak-anak dengan usia yang tidak terpaut jauh.
Titiek Idayanti dan Surya Mustikasari dalam jurnal Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sibling Rivalry Pada Anak Usia Prasekolah (3–6 Tahun) (2014) menuliskan bahwa perasaan cemburu dan benci biasanya dialami anak yang terhadap kelahiran saudara kandungnya, terlebih jarak usia mereka terlalu dekat.
Perilaku membanding-bandingkan anak dengan orang lain mungkin tidak dapat dihindari karena memuat hal positif.
Kendati demikian, orang tua dapat mengurangi perilaku membanding-bandingkan anak dengan orang lain. Dalam hal ini, orang tua seharusnya dapat memberikan pengarahan dan membimbing anak.
Sebagai contoh ketika terjadi sebuah perselisihan antar anak, orang tua dapat mencari tahu sumber masalah, dan tidak memihak kepada salah satu. Kemudian orang tua mengajarkan kepada anak untuk saling memaafkan.
Kemudian untuk kasus membanding-bandingkan anak kepada orang lain, orang tua sebaiknya mengetahui bahwa tidak semua individu dapat disamaratakan.
Apabila menginginkan anak menjadi unggul tentunya dibutuhkan berbagai pengorbanan mulai dari waktu, biaya, dan sebagainnya.
Membandingkan anak bukanlah hal yang dapat dibenarkan. Sebagaimana jika kasus tersebut dibalik, orang tua satu dengan lainnya tentu tidak dapat dibandingkan. Mereka memiliki penghasilan hingga cara mendidik anak yang berbeda-beda.
Atur target dirimu!
Biasanya, orang tua membanding-bandingkan dirimu karena adanya standar dari lingkungan sekitar. Jadikan standar itu sebagai pilihanmu aja, jangan sampai standar dari orang lain mempengaruhi target dirimu sendiri. Karna kamu akan kesulitan untuk memenuhi standar orang lain.
Untuk itu, tetapkan dan aturlah target sesuai dengan kemampuanmu. Cuma kamu yang tau, seberapa jauh kamu mampu untuk mencapai targetmu itu.